PORTAL JOGJA- Mendengar kata langgar yang terbayang tentu sebuah tempat peribadatan kecil yang ditujukkan bagi kaum muslim. Langgar yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan musala ternyata tidak selalu dibangun dari hamparan tanah kosong.
Seperti Langgar Merdeka yang berada di Jalan Dr. Radjiman No. 565, Kelurahan Laweyan, Kecamatan Laweyan, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, ini ternyata dibalik bangunan yang klasik terdapat sejarah unik yang menarik untuk ditelisik.
Jauh sebelum disebut dengan Langgar Merdeka, mulanya bangunan yang berdiri pada tanah seluas 179 meter persegi ini adalah sebuah toko milik warga keturunan Tionghoa yang diperkirakan berdiri pada 1877.
Baca Juga: Masuki Ramadan, Hotel di Jogja Tawarkan Paket Bukber di Bawah 100 Ribu
Hal ini dapat dilihat pada salah satu dinding di luar bangunan yang bertulisan “7-7.1877” yang menunjuk pada waktu di mana bangunan ini pertama kali berpijak yaitu 7 Juli 1877.
Sebelum digunakan sebagai tempat ibadah, bangunan ini digunakan sebagai toko yang menjual candu sebagai pengobatan. Menariknya, salah satu jenis candu yang dijual yaitu ganja. Artinya, bangunan yang kini dikenal sebagai salah satu destinasi wisata religi ini dulunya juga pernah menjadi bagian dari tumbuhnya industri candu di Kota Solo.
Seiring berkembangnya waktu, toko ini lambat laun mengalami penurunan pendapatan dan akhirnya gulung tikar. Hingga akhirnya toko ini kemudian dibeli oleh H. Imam Mashadi.
Di tangan H. Imam Mashadi, bangunan ini tak lagi diperuntukkan sebagai toko ganja namun direnovasi menjadi sebuah langgar yang mulai dibangun pada 1942 dan selesai 1946.
Selesai renovasi, bangunan tersebut kemudian diresmikan oleh Menteri Sosial Indonesia pertama, Mulyadi Joyomartono, dengan diberi nama Langgar Merdeka. Kata merdeka dipilih sekaligus untuk memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia pada waktu itu.
Sayangnya saat Agresi Militer Belanda II 1949 menyerang, nama langgar ini berubah dari yang semula Langgar Merdeka menjadi Langgar Al-Ikhlas. Perubahan ini karena adanya larangan dalam penggunaan kata merdeka oleh Belanda yang tengah menduduki Kota Solo kala itu.