Memaknai Hakikat Merantau yang Diajarkan Imam Syafi'i

- 17 Maret 2023, 05:37 WIB
ilustrasi - Merantau
ilustrasi - Merantau /Pixabay

PORTAL JOGJA - Merantaulah. Orang berilmu dan beradab tidak diam beristirahat di kampung halaman. Tinggalkan negerimu dan hidup asing di negeri orang. Merantaulah. Kau akan dapatkan pengganti dari orang-orang yang engkau tinggalkan. Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Syair di atas adalah karya Imam Syafi'i tentang hakikat merantau. Menuntut ilmu dan mencari rejeki tidak bisa dipisahkan dari hakikat merantau. Merantau dipersepsikan positif untuk meningkatkan taraf hidup. Merantau membentuk karakter dan mental menjadi tangguh dan tanggon. Banyak suku bangsa di dunia ini mempunyai pemaknaan positif tentang merantau.

Tokoh bangsa yang berasal dari Suku Jawa, riwayat hidupnya lekat dengan merantau. Soekarno misalnya, sejak remaja sudah terpisah dari orang tuanya, sekolah di Surabaya dan mondok di rumah HOS Tjokroaminoto. Juga dengan Soeharto, saat remaja tak ikut orang tua, tinggal bersama kerabatnya di Wuryantoro, Wonogiri.

Baca Juga: Mengenang Mbah Maridjan Juru Kunci Gunung Merapi yang Digaji Rp5.600 Sebagai Abdi Dalem 

Di Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, terdapat satu desa yang lebih dari 60 persen penduduknya merantau. Desa itu bernama Juron dikenal sebagai perantau yang progresif. Mereka merantau untuk memperbaiki taraf hidup dengan berdagang. Setelah taraf ekonomi meningkat, mereka menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya. Sesuai dengan minat dan bakatnya.

Semangat merantau orang Juron tidak hanya sebuah proses perbaikan kehidupan. Tetapi sudah menjadi tradisi. Mungkin karena afirmasi leluhur atau cikal bakal Desa Juron yang bernama Ki Rogo Bondo. Etimologi rogo bondo adalah bondo (kekayaan) dan rogo (badan). Jadi konsepsi dari rogo bondo yaitu menggunakan penopang badan sebagai ikhtiar mencari kekayaan (harta).

Ki Rogo Bondo paham situasi alam desanya adalah awa- rawa. Kalau pun ada sawah tergantung pada hujan. Sehingga dinamakan Juron berasal dari kata “njeron” yang bermakna dalam. Topografi daerah rawa memang memiliki kontur tanah yang berlubang dalam. Maka didoronglah anak keturunannya untuk merantau mengais rejeki di negeri orang.

Ada yang mengartikan toponimi Desa Juron dengan kata “mejuju” dan “turon” yang artinya makan dan tidur. Karena ada benang merahnya yaitu sejauh-jauhnya orang merantau akan pulang jua untuk istirahat makan dan tidur.

Baca Juga: Artis Senior Nani Wijaya Tutup Usia

Dari memaknai hakikat merantau yang diajarkan Imam Syafi'i dan melihat tradisi merantau di Desa Juron. Banyak hikmah yang tersampaikan bahwa kemuliaan hidup itu harus diikhtiarkan salah satunya dengan merantau. Merantau untuk menuntut ilmu atau pun mengais rejeki.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Pemilu di Daerah

x