Tungku Tiga Batu: Konsep Struktur Sosial Masyarakat Lampung

- 5 Maret 2023, 06:07 WIB
Pertunjukan koreografi tari Sebangun Tiga Sudut karya Ayu Permata Sari yang diadaptasi dari Tungku Tiga Batu yang digelar di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja Yogyakarta 2022.
Pertunjukan koreografi tari Sebangun Tiga Sudut karya Ayu Permata Sari yang diadaptasi dari Tungku Tiga Batu yang digelar di Padepokan Seni Bagong Kussudiardja Yogyakarta 2022. /Instagram @psbk_jogja /

PORTAL JOGJA - Tungku tiga batu merupakan konsep adat orang Lampung dalam hidup bermasyarakat. Di mana dalam struktur sosial masyarakat Lampung memiliki tiga tatanan yang diambil dari susunan bangunan tungku tiga batu.

Tatanan pertama atau tatanan paling atas bernama adat cepala atau nilai-nilai kepribadian. Tatanan kedua atau bagian badan segitiga tersebut bernama nilai ngejuk-ngaku atau nilai-nilai kekeluargaan masyarakat Lampung. Tatanan paling bawah adalah adat kebumian atau nilai-nilai struktur sosial masyarakat Lampung.

Masyarakat Lampung menilai bahwa segitiga tungku batu merupakan lambang ’kekuatan’ dan ’sumber penghidupan’. Sebagai sumber kehidupan, tungku merupakan tempat untuk menanak yang pada masa lalu umumnya dibuat dalam formasi tiga buah batu agar belanga yang diletakkan di atasnya kuat dan tidak terguling. Kekuatan tiga batu menopang bagi kedudukan orang Lampung diartikan sebagai menegakkan atas tiga adat yaitu cepala, pengakuk, dan kebumian.

Baca Juga: Ternyata Keturunan Pemahat Candi Borobudur Masih Ada, Mereka Berkumpul di Dusun Prumpung Magelang

Adat cepala berisikan kehormatan pribadi yang tercermin di dalam perilaku keseharian seseorang, adat pengakuk adalah kehormatan keluarga yang ditentukan karena perkawinan, dan adat kebumian adalah kehormatan seluruh kepenyimbangan berdasarkan kekerabatan atau garis keturunan.

Artinya nilai kehormatan seseorang di masyarakat sangat ditentukan oleh perilakunya (adat cepala); keluarga dan pertalian perkawinan (pengakuk)—dikarenakan nilai kehormatan seseorang juga ditentukan oleh siapa wanita yang dinikahinya—; dan kaum kerabatnya (adat kebumian). Kesempurnaan hidup yang ingin dicapai oleh orang Lampung adalah benuwa (memiliki rumah); begawi (mengawinkan anak) dan cakak mekkah (naik haji ke Mekkah).

Tungku tiga batu diasumsikan juga sebagai ’perkawinan’ dikarenakan menjadi tempat bertemunya dua hal yang berbeda yang disatukan di dalam belanga sebagaimana peribahasa mengatakan, ”asam di gunung, garam di laut, akhirnya bertemu dalam belanga” melambangkan bertemunya dua unsur yang disatukan dalam perkawinan.

Perkawinan adalah adanya harmoni dari dua entitas yang saling bertentangan tetapi saling melengkapi. Harmoni tidak melenyapkan dua entitas, tetapi mengawinkannya, yang akan melahirkan entitas baru. Tidak ada yang dikalahkan, tidak adanya yang dimenangkan. Keduanya pemenang bahkan melahirkan hidup baru.

Dalam dunia seni tari kontemporer ada yang mengadaptasi tungku tiga batu sebagai karya koreografinya.

Adalah koreografer Ayu Permata Sari dengan kelompok tarinya Ayu Permata Dance Project (APDP) yang bermarkas di Yogyakarta. Alumni Seni Tari ISI Yogyakarta yang lahir pada 18 Juli 1992 di Kotabumi, Lampung Utara, ini menamakan karyanya dengan “Sebangun Tiga Sudut.”Ia menilai karyanya lebih dari sebagai media menyampaikan pesan. Terutama yang sesuai dengan konsep dan tema yang dihadirkan.

Halaman:

Editor: Chandra Adi N

Sumber: psbk.or.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x